Nov 28, 2013

ikoto / a place to be


Mereka bergerak layaknya angin. Kadang lemah gemulai seperti angin musim semi, kadang ganas melindas seperti tornado. Berdialog melalui tubuh, menggerakkan setiap inci sendi, seakan ingin berteriak kepada manusia lainnya,

 1 – Lahir
Terdengar racauan dalam bahasa asing. Cahaya hadir di satu titik. Satu per satu mereka hadir. Lahir sebagai penghuni. Liat menggeliat layaknya bayi. Perlahan memijak bumi. Menghirup, meraba, dan menyusuri, yang mereka sebut ini: dunia.

 2 – Marah
Ternyata dunia tak seindah surga. Terlihat ratusan, tidak, ribuan botol plastik bekas air kemasan. Menggunung, memenuhi permukaan. Mereka bergerak mendekat. Terdengar suara remasan. Persis ketika setelah kau habiskan air mineralmu, lalu meremukkan kemasannya. “Rasakan sensasinya”, ujar produsen, atas nama penyalahgunaan isi ulang.

Lalu memerah. Mereka marah. Menggigit plastik, merangkak dan menyapu singkirkan tumpukan plastik hingga ke sisi panggung. Bergerak cepat, membanting tubuh berkali-kali. Hingga lelah. Melambat, menunduk, berlutut, lalu lemah merebah.

3 – Lemah
Membiru. Suara denyut jantung melemah. Mereka meredup, pelan, seperti menjelang akhir nafas. Air ada pada tetes-tetes terakhir. Ironis. Ia terserap dalam ribuan kemasan yang kemudian menghabiskan nyawanya. Namun konon katanya, ia berdaur. Memanas, menguap, mengondensasi, lalu kembali ke bumi, dalam bentuk rintikan.

4 – Bangkit
Menjingga. Hujan turun, seakan memberi nyawa. Mereka bangkit, lalu kembali menari di atas bumi. Seperti meriang gembira, bergerak, melompat kegirangan. Seperti harapan. Bahwa suatu saat manusia sadar, dan bumi kembali bernafas lega sebagaimana seharusnya. Semoga saja.

Dua penari yang memiliki latar belakang dan karakter gerakan yang berbeda. Thô Anothaï, penari hip hop Prancis keturunan Laos. Ikko Suzuki, penari kontemporer Jepang, yang berakar Kagura, salah satu tari tradisi tertua di Jepang. Penampilan dan pesannya mungkin nampak sederhana: ‘cintai bumi’. Sering terdengar, namun tak kalah sering diabaikan. Mungkin mereka tahu, manusia tak akan lagi mendengar jika pesan ini diujarkan dalam bentuk ucapan. Terima kasih, Ikko dan Thô, untuk tak bosan mengingatkan tentang ‘a place to be’.

No comments:

Post a Comment