Mereka bergerak
layaknya angin. Kadang lemah gemulai seperti angin musim semi, kadang ganas
melindas seperti tornado. Berdialog melalui tubuh, menggerakkan setiap inci
sendi, seakan ingin berteriak kepada manusia lainnya,
1 – Lahir
Terdengar racauan
dalam bahasa asing. Cahaya hadir di satu titik. Satu per satu mereka hadir. Lahir
sebagai penghuni. Liat menggeliat layaknya bayi. Perlahan memijak bumi. Menghirup,
meraba, dan menyusuri, yang mereka sebut ini: dunia.
Ternyata dunia tak seindah surga. Terlihat ratusan,
tidak, ribuan botol plastik bekas air kemasan. Menggunung, memenuhi permukaan. Mereka
bergerak mendekat. Terdengar suara remasan. Persis ketika setelah kau habiskan
air mineralmu, lalu meremukkan kemasannya. “Rasakan sensasinya”, ujar produsen,
atas nama penyalahgunaan isi ulang.
Lalu memerah. Mereka
marah. Menggigit plastik, merangkak dan menyapu singkirkan tumpukan plastik
hingga ke sisi panggung. Bergerak cepat, membanting tubuh berkali-kali. Hingga lelah.
Melambat, menunduk, berlutut, lalu lemah merebah.
3 – Lemah
Membiru. Suara denyut jantung
melemah. Mereka meredup, pelan, seperti menjelang akhir nafas. Air ada pada tetes-tetes
terakhir. Ironis. Ia terserap dalam ribuan kemasan yang kemudian menghabiskan
nyawanya. Namun konon katanya, ia berdaur. Memanas, menguap, mengondensasi, lalu
kembali ke bumi, dalam bentuk rintikan.
4 – Bangkit
Menjingga. Hujan
turun, seakan memberi nyawa. Mereka bangkit, lalu kembali menari di atas bumi. Seperti
meriang gembira, bergerak, melompat kegirangan. Seperti harapan. Bahwa suatu
saat manusia sadar, dan bumi kembali bernafas lega sebagaimana seharusnya. Semoga
saja.
Dua penari yang memiliki latar
belakang dan karakter gerakan yang berbeda. Thô Anothaï, penari hip hop Prancis keturunan Laos. Ikko Suzuki, penari kontemporer Jepang,
yang berakar Kagura, salah satu tari tradisi tertua di Jepang. Penampilan dan
pesannya mungkin nampak sederhana: ‘cintai bumi’. Sering terdengar, namun
tak kalah sering diabaikan. Mungkin mereka tahu, manusia tak akan lagi mendengar
jika pesan ini diujarkan dalam bentuk ucapan. Terima kasih, Ikko dan Thô, untuk tak bosan
mengingatkan tentang ‘a place to be’.
No comments:
Post a Comment