Aug 4, 2019

mencari setimbang




Dalam satu buku milik Kalun karya Marjanne Satrapi, diceritakan jauh di dalam bumi, tinggallah seekor penjaga yang sedang menggeliat kesakitan. Sebuah bor penggali tanah menghunjam begitu dalam hingga mengenai tubuhnya. Di atas terjadi goncangan. Para makhluk hidup bertransformasi. Seorang gadis kecil diutus oleh Raja nan suka membeli rotinya sendiri untuk menjenguk Naga Sang Penjaga. 

Malam itu, di tengah senda gurau, tiba-tiba goncangan terjadi. Hebat sekali. Di lantai 15, kami hanya berdua. Aku dan Kalun. Awalnya cermin yang tergantung tenang, terasa bergoyang. Kupikir ia tak sengaja terkena tanganku yang sedang memasang kait tirai. Lalu kudiamkan. Ternyata ia kembali bergoyang, makin hebat.  Lalu kulihat Kalun masih asyik dengan mainan kereta. Sesaat aku terdiam, "Harus apa?". Atur nafas 2 kali. 

Perlahan mulai terdengar sahut-sahutan orang di lorong, "Gempa, gempa!". Aku meraih Kalun, disusul telepon genggam dan dompet. Ia terlihat bingung. Aku hanya bisa berkata, "Tenang ya, ada Ibun." Kami keluar, dan diarahkan ke tangga darurat. Dari lantai 15 hingga lantai dasar, dikelilingi orang-orang yang panik, langkah gemetar kakiku kutemani dengan senandung lagu kesukaannya. Ia tenang sekali. Aku berdoa dalam hati sambil terus berusaha bernyanyi.

Di bawah, ayahku sudah menanti. Mukanya terlihat pucat dan bersalah. Lima menit sebelum gempa terjadi, ia turun untuk membelikan kami makan. Di lahan parkir, kami erat memeluk satu sama lain. Langit begitu cerah. Ada banyak bintang di atas sana. Kalun bertanya, "Tadi ada apa itu?". "Bumi sedang goyang, Nak. Joged Kereta Malam. Kan tadi Kalun lagi main kereta," ujarku. 

Malam itu, 6,9 skalanya. Wahai Ibu Bumi, maaf kami luput menjaga. 
"Dadah, Gempa. Baik-baik ya, Bumi," ucap Kalun untukmu.

No comments:

Post a Comment