Jul 8, 2021

membelai helai


Sejak pandemi, urusan potong rambut selalu membuat putar otak. Sesekali ketika sedang pulang, ku minta sang Kakak dengan skillnya sejak dulu untuk merapikan rambutku.


"Potong rata aja, Wu. Yang penting ga njeriwis, ga rontok."
Dalam hitungan menit, tibalah rambut baru. Tak jarang kependekan, supaya awet rapi katanya, hehe. Lalu ku ingat dulu, sewaktu masih usia SD. Ibuku rutin memotong rambutku, dengan model yang sama, poni dan bob rata.

Seringkali aku menangis di depan cermin, ketika merasa rambutku kependekan. Uniknya ketika menangis, aku mencari atau menyebut nama orang yang saat itu sedang tidak di rumah. Bapak menjadi nama yang sering kusebut, waktu itu ia sering bertugas keluar kota, dan sering membelai rambutku. Ketika semua orang di rumah, aku kerap memanggil Om Baheng. Salah satu Om kesayangan, yang saat ini sudah berpulang.

Dulu, Om Baheng sering mengajak kami nonton di bioskop. Syaratnya hanya satu: untuk beli tiket, harus pakai tabungan. Saat itu yang kuingat, uang tabungan didapat dari pekerjaan rumah tangga. Bapak membuat daftar pekerjaan, beserta jumlah uang yang didapat jika menuntaskannya. Ternyata, saat ini ku baru sadar. Jumlah uang yang paling besar, bukan pekerjaan yang berat, melainkan: injek-injek punggung dan cabut uban. Untungnya uban Bapak belum banyak waktu itu. Kalau sebanyak sekarang, bisa-bisa aku menonton di bioskop setiap hari.

Om Baheng sering punya tebakan yang lucu. Bapak sampai membelikanku buku Asbak (Asal Tebak). Supaya jika Om Baheng datang, aku bisa membalas memberikan tebakan yang tak dapat ia jawab. Satu hal yang kuingat, sebanyak apapun ia makan, tubuhnya tetap kurus. Dan ia juga penyayang binatang.

Kembali ke rambut, saat ini rambutku sudah panjang melewati bahu. Terakhir kali rambutku sepanjang ini, saat aku kalah taruhan final Piala Champion. Geng Somplak namanya, dibentuk saat kelas 3 SMP. Kupegang MU saat itu, semua temanku menjagokan Real Madrid. Taruhannya: yang kalah, tak boleh potong rambut sampai beres Ujian Akhir. Nasib ya nasib, ku kalah seorang diri.

Jadi, pandemi ini, ku menikmati panjang rambutku. Pada setiap helainya, ada kasih sayang dan kenangan dari orang-orang terdekat. Ditambah lagi, di ujung hari, ada tangan kecil yang membelai ❤.

No comments:

Post a Comment