Soul mate is, your other half. The person who completes you. The person who makes you feel over and over again like you have butterflies. They don’t like you, they love you. Not the person you can spend the rest of your life with, but the person you can’t spend the rest of your life without.
(Anonymous)
Konon menurut Plato dan Aristophanes, manusia awalnya
diciptakan bertangan empat, berkaki empat, berkepala satu, dan bermuka dua. Terdiri
dari laki-laki, perempuan, dan androgyny.
Laki-laki merupakan anak-anak matahari, perempuan anak-anak bumi, dan
androgyny
lahir di antara matahari dan bumi, menjadi keturunan bulan. Saat itu, manusia
memiliki kekuatan yang maha dashyat sehingga mengancam kekuasaan dewa. Awalnya
manusia ingin dihancurkan, namun dewa akan kehilangan penyembahnya. Lalu Zeus
memutuskan untuk membelah mereka menjadi dua. Setiap manusia hanya memiliki
satu alat kelamin, dan akan terus mencari ‘belahan’nya. Jika mereka saling
bertemu, maka akan terjadi ‘kesepahaman tanpa kata’, merasa dipersatukan, dan senang
luar biasa.
Sebelumnya di Mesir, legenda Osiris dan Isis. Dikandung
dalam satu rahim, dilahirkan sebagai kembar, diceritakan kemudian jatuh cinta.
Baik konsep Plato maupun Osiris, keduanya mitos yang telah dipercaya ribuan
tahun lamanya. Lalu menurut agama, sejak kecil kita diceritakan mengenai Nabi
Adam AS, dan Hawa yang diciptakan dari
sepotong iganya. Teman baik saya pernah memberikan wacana, “Mengapa iga?”.
Bukan kepala, karena tak dimaksudkan untuk mengepalai laki-laki. Bukan pula
kaki, karena tidak untuk direndahkan dan diinjak. Tapi iga, karena dekat dengan
hati.
Orang dulu berkata, “Mirip, tandanya jodoh”. Boleh
percaya atau tidak, tapi bisa saja dijadikan masuk akal, kalau mau. Wajar saja
kalau berparas serupa diyakini tandanya jodoh. Plato bilang, awalnya satu
tubuh. Osiris dan Isis pun satu rahim, Hawa berasal dari bagian tubuh Adam. Jika
mirip, maka jodoh? Atau jika jodoh, maka mirip? Rasanya seperti pertanyaan
lebih dulu ayam atau telur.
Pernah merasakan berinteraksi dengan ‘seseorang’ yang memiliki
‘kesepahaman tanpa kata’? Tak usah banyak bicara, ia tahu yang kita maksud.
Tanpa banyak tanya, ia sudah tahu arahnya. Soal selera, biasanya pun tak jauh
berbeda. Tak ada manusia yang persis sama, tapi seakan kau pun tak keberatan
dan dibuat sakit kepala dengan kemungkinan adanya perdebatan. Lempar satu
wacana, dan waktu pun seakan mengalir dengan cepat. Rasanya terjadi proses
kohesi antar tubuh dan seisi kepala. Mengacu pada James Redfield di Celestine Prophecy, semacam ada
garis-garis energi yang bergerak mondar-mandir mengisi ruang. Semacam pembicaraan
yang kemudian mengiyakan, karena ia mengucapkan kata-kata yang telah hadir di
kepala.
Mungkin seperti melihat dunia dari kacamata 3D. Sebelah
merah, sebelah biru. Namun jika dipakai bersamaan, yang terlihat adalah
perspektif dalam dimensi baru. Ada kedalaman dan lapisan-lapisan ide serta rasa
yang muncul bersahutan. Ada sensasi keterlibatan yang lebih ketika fungsi
indera dimaksimalkan. Seperti menemukan kejutan demi kejutan makna di balik objek
fana. Lalu dunia seakan melebur, terikat dalam satu pikiran, perasaan, tindakan.
‘Seseorang’nya saya berkata, “It’s like me
and you versus the world”. Lagi-lagi mengiyakan. Ia tahu persis isi kepala,
dan tentu saja, hati saya. Alhamdulillah.
Wit, aku baru liat cerita Aristoteles itu pas makan di Kedai Grekka di Cihampelas. Situ dan masnya kayaknya musti ke sana. Ini blognya: http://kedaigrekka.blogspot.com/
ReplyDeletesiap, berangkat, De! :)
ReplyDeleteehem..
ReplyDeleteehem..
ReplyDeleteini permen, bukan pensil
ReplyDeleteSuka sekali tulisan iniiii!!! Ralat.. suka sekali tulisan-tulisanmuuu! Renyah, dalam.. ayo dong nulis lagiihhh!
ReplyDelete