“Can I go with you?”
Maisie menatap dunia dengan matanya yang sayu. Baginya
hidup seperti mengendarai sepeda roda empatnya mengelilingi beranda rumah. Berputar
tak tentu arah. Susanna, sang ibu, seorang vokalis band rock yang labil. Beale,
sang ayah, adalah art dealer yang kharismatik,
kerap pergi ke luar negeri untuk bekerja. Pertengkaran, adu kata, luapan emosi
dan umpatan, hingga akhirnya palu hakim menentukan hak asuh dan pergiliran
kunjungan. Di sinilah drama hidup seorang gadis kecil berusia enam tahun dimulai.
Ayah menikah dengan Margo, pengasuh Maisie. Ibu menikah
dengan Lincoln, seorang bartender. Dan keluarga menjadi medan perang bagi Maisie.
Seperti yang diungkapkan oleh Pat Conroy, “When
mom and dad went to war the only prisoners they took were the children.” Terbengkalai,
tak tentu dengan siapa dan di mana, Maisie seperti sandera, ditahan namun tak
disejahterakan. Konflik tak berhenti sampai di sana. Berada dalam ketidakpastian
di antara kedua orangtuanya, Margo dan Lincoln pun mau tak mau ikut berperan
serta. Hingga akhirnya, perlahan dunia mencerah dan senyum mulai mengembang di
wajah kecil Maisie, dengan cara yang tak disangka.
Kisah What Maisie
Knew diadaptasi dari kisah karya Henry James yang ditulis pada tahun 1897. Scott
McGehee dan David Siegel mampu menampilkan drama konflik perceraian tanpa bumbu
yang berlebih. Menghadirkan miris-hati yang disertai dengan senyum-getir. Menyadarkan,
bahwa ‘orang tua’ tak selalu ‘dewasa’. Dan perpisahan dalam suatu pernikahan, mau
bagaimana pun juga, tak hanya melibatkan dua manusia yang pernah
mengucapkan janji setia.
No comments:
Post a Comment