Sudah
pukul dua belas. Sunyi senyap malam mengisi ruang tidurnya. Tubuhnya lelah,
namun entah kenapa matanya enggan terpejam. Ia memandang foto di samping lampu
tidurnya. Mengambil dan mengusap wajah dalam bingkai seakan hadir di depan
mata. Terngiang senandung ayah sejak ia kecil. Di taman ria di sore hari, pasar
malam musiman, toko es krim di persimpangan, jembatan sungai seberang, hingga
di kebun binatang kecil di tengah kota. Ia tersenyum, lalu mendekapkan bingkai
dalam genggamannya, mengucap lirih doa malam kepada Pencipta.
Sinar
bulan perlahan masuk ke dalam jendela kamar. Menyorot tajam wajah pucat tengah
malamnya. Ia terbangun dan memicingkan mata. Lalu samar-samar terdengar nyanyian
nada. Lirih, namun jelas ada sesuatu di luar sana. Ia bangkit dan duduk terdiam
di atas tempat tidur. Meyakini, ada seseorang yang sedang bernyanyi, tepat di
luar kamarnya. Ia mencoba mendengarkan dengan seksama. Sesaat ia memaki suara
jarum detik jam dinding yang mengganggu konsentrasinya.
Dalam
hening dan lirih suara nyanyian, tiba-tiba terdengar tabuhan suara perkusi
tunggal. Disusul dengan suara terompet yang cukup nyaring. Disertai oleh suara
derap kaki, layaknya para prajurit yang sedang menuju medan perang. Jendela
kamarnya pun semakin terang. Lampu-lampu jendela tetangga satu persatu menyala,
menemani sinar bulan yang sedari tadi membangunkan. Tabuhan perkusi semakin menggemuruh, bertautan, bersahutan.
Terdengar suara desingan mesiu. Lalu dalam sekejap sinar bulan tergantikan
warna-warni kembang api. Menggelegar, membahana, dan tepuk tangan serta sorak
gembira pun terdengar.
Ia menyingkap
selimutnya, bangkit, dan membuka kaca jendela. Terlihat orang-orang yang menari
dalam balutan kostum cerah ceria dan tertawa gembira. Beberapa orang mengenakan
hiasan kepala yang tingginya melebihi setengah tiang bendera. Anak-anak seusianya
tergelak bahagia sambil membawa permen dan coklat dalam genggaman tangan.
Orang-orang lanjut usia mengangkat tangannya dan menari seakan lepas dari beban
dunia.
Samar-samar
ia mendengar sahutan akan namanya oleh suara yang sangat ia kenal. Matanya
mencari-cari suara yang telah lama. Lalu di sanalah berada. Ayah. Berdiri di
tengah keriuhan, memanggil namanya sambil melambaikan tangan. Diterangi sinar
bulan dari jendela, ia tersenyum manis dalam tidurnya,
”Ini mimpi paling indah”
senang bacanya :) gambarnya lucu..pakai apa itu t?
ReplyDeleteadeuh alhamdulillah ada yg seneng hehe, pake paint :) blognya apa skrg ra?
ReplyDeleteberkaca2 bacanyaaaaa :,(
ReplyDeleteeh ko berkaca2? ini bikinnya sambil denger festivalnya sigur ros hehe
ReplyDeletekarena tiba2 di paragraf terakhir ada Ayah :,(
ReplyDeletehihi kan mimpi paling indah :)
ReplyDelete