Aug 11, 2012

divine



“God has no religion”
- Mahatma Gandhi

Percakapan pada beberapa malam tenang bersama pembaca semesta. Bahwa manusia, iya tidak sepenuhnya berkuasa. Bahwa ada Tuhan, iya yang Maha Kuasa. Bahwa selanjutnya keyakinan dikotak-kotakkan, namanya menjadi agama. Ya ya ya.

Satu, saya yakin. Dua, betul diyakini. Lalu, tiga, menjadi keyakinan. Bagaimanapun prosesnya pada setiap manusia, pasti berbeda dan tidak terjadi lebih cepat daripada kedipan mata. Dan ketika pada akhirnya suatu keyakinan itu dipersalahkan karena tidak sesuai dengan keyakinan satu golongan atau kelompok, salah?

Mereka berseru bahwa Tuhan itu hanya satu. Oke, satu Tuhannya, bukan satu caranya. Lalu mengapa jadi masalah ketika caranya berbeda? Apakah karena manusia dibekali akal pikiran dan perasaan adidaya yang berlebihan sehingga merasa berhak menentukan cara manusia lainnya berhubungan dengan Tuhan?

Siapa kamu?
Siapa saya?
Siapa kita, dihadapNya?

Bahwa ada nilai-nilai luhur dibalik ajaran, saya paham. Namun ketika nilai-nilai yang diejawantahkan dalam bentuk aturan, hadis, atau apapun namanya, diaplikasikan dengan tidak berdasar pada kepentingan manusia lain, apakah masih luhur namanya? Katanya hablum minallah wa hablum minannas. Vertikal dan horizontal. Mungkin tidak hanya sebatas pada seberapa banyak doa yang diucap, atau seberapa banyak rakaat shalat sunat yang dilakukan, tapi lebih kepada seberapa besar niatnya dan sedalam apa maknanya. Nampaknya akan jadi percuma jika kalimat-kalimat yang terdapat dalam kitab berhenti pada taraf ‘sudah dibaca’. Iya, sudah dibaca, lalu? Sepertinya yang diminta tidak hanya untuk dibaca, tapi dilakukan. Dan saya yakin, konteksnya pun sangat beragam. Tidak hitam putih, bahkan ahli kitab pun mengatakan bahwa ayat itu multi interpretatif. Nampaknya juga bukan hak si umat untuk mencap bahwa ini ‘benar’ atau ini ‘salah’ dalam prakteknya. Pun sampai saat ini, yang digunakan sebagai standar ‘benar’ adalah ‘sesuai dengan cara kami’, dan yang ‘salah’ adalah ‘tidak sama dengan cara kami’. Lalu sampai pada, yang ‘benar’ akan masuk surga dan yang ‘salah’ akan ke neraka.

Siapa kamu?
Siapa saya?
Siapa kita, dihadapNya?

Pada akhirnya, mungkin lebih baik duduk menenang sesaat, menghadap dan bertanya, daripada ribut mengurusi cara manusia lain berdoa. Entahlah, rasanya kita tak berukuran lebih besar daripada debu dalam alam semesta.

try to realize it’s all within yourself no one else can make you change,
and to see you’re really only very small and life flows on,
within you and without you
- The Beatles 

6 comments:

  1. Sayang sekali ketika kita menyebut sifat Tuhan sebagai sesuatu yang maha besar namun sikap kita terhadapNya justru malah membuat Dia semakin kecil dan remeh, dengan apa-yang-disebut keimanan yang didasari oleh ketakutan, bukan cinta kepadaNya.

    ReplyDelete
  2. ironically superficial, i guess. harus berlayar di lebaran dulu ini mah

    ReplyDelete
  3. Oh, "Pembaca Semesta"? Baiklah..

    Emang cinta itu apa, kakaaaaak?

    ReplyDelete
  4. ehm, maaf rasanya saya ga menyebutkan kata cinta di tulisan. mungkin masnya yang bilang di komennya, bisa menjelaskan?

    ReplyDelete
  5. bersyukurlah jika kalian telah menemukan apa yg pantas dan layak kalian imani..

    layaknya puisi yg terlepas dari keinginan berkuasa atas bahasa.

    sebagian dari kami mengimani menggurui itu adalah ibadah..dan sebagian dari teman kami mengimani mempersembahkan manusia kepada alam semseta itu ibadah, sebagian sebelah sana lagi dari teman kami mengimani mencambuk diri itu menghapus dosa, nah yang diblakang sana malah nyembah jemuran bikin mereka berpahala..

    pluralitas ocehan dari para petapa intelektual kita gk selamanya benar buat sebagian moral..apakah kita mau mengghargai moral itu..?

    berserulah, serukanlah meski kau simpan seruan itu dalam ruang yg paling diam.

    jgnlah tidak berbuat apa2 untuk sebuah iman.

    ReplyDelete
  6. siap, niatnya baik kok, hehe. makasi banyak ya, aisy :)

    ReplyDelete