"the night we met I knew I needed you so
and if I had the chance I'd never let you go
so won't you say you love me? I'll make you so proud of me
we'll make 'em turn their heads every place we go
so won't you, please?"
and if I had the chance I'd never let you go
so won't you say you love me? I'll make you so proud of me
we'll make 'em turn their heads every place we go
so won't you, please?"
Versi asli dari The Ronettes. Manis
memanja. Dinyanyikan satu orang saja sudah manis, apalagi tiga dengan
harmonisasi vokal dan beat ala tahun ‘63,
siapa yang tak jadi jatuh cinta. Suara Veronica Bennet nan centil mewakili
suara hati perempuan yang sedang berbunga pada pria pujaannya. Mendengar mereka
bernyanyi, membuat ingin menaiki mesin waktu, mengenakan sackdress, duduk
dengan priamu di bangku penonton, lalu menggoyangkan kepala, kaki, dan tangan sambil
saling tersenyum yang tak kalah manis dengan suara mereka.
Jenius, sekaligus tulus. Pendengar dibuat sabar,
instrumen yang disusun seperti orkestra rasa dimainkan satu persatu, dilengkapi
suara instrumen berikutnya, kemudian ah, senandung Lennon tiba. Seperti cinta
yang tumbuh perlahan, tak diburu waktu, namun kau-tahu-perasaanku-tanpa-banyak-kata.
Terbayang ketika ia menyatakan rasanya pada Yoko Ono. Ia bernyanyi dari hati,
dengan lirik, ucapan, bahkan teriakan yang seadanya. Oh, baby, baby, baby, baby, babe… cinta tak kenal logika!
Dibuka dengan tanpa banyak suara, dengan single-instrument gitar dan vokal Ian
Broudie yang romantis, lalu dihiasi dengan backing
vocal perempuan. Tanpa mengurangi kadar maskulinitas, mereka mengutarakan
dengan tanpa maksud menyanjung. Namun perempuan mana yang tak berbahagia ketika
dinyanyikan begini oleh prianya? Dan o,
o, o, siapa bilang laki-laki makhluk yang tak merasa?
Barangkali ini yang dinamakan ayu mendayu. Dengan anggun, suara
Dominique Durand melekatkan kesan feminin dan personal pada lagu ini. Diiringi
suara orgel dan musik yang menghipnotis, seakan menggoda dari pojok ruangan. Melirik
diam-diam. Menatap, lalu mengalihkan pandangan ketika tertangkap. Melirik
centil sambil tersenyum simpul, lalu tersipu. “Maukah kamu? Tapi aku malu.”
Sederhana, tapi ‘ngena’. Walaupun mirip dengan versi
Lennon, suara Fran Healy merombak lagu ini menjadi lebih ‘pria masa kini’. Tak meninggalkan
kesan romantis, mereka nampaknya memendam rasa dan memohon pada sang wanita pujaan
yang sudah menjerat hatinya. Terdengar seperti teman lama yang kemudian
mengatakan “Saya sayang, kamu? Mau yaa? Pleasee…”
No comments:
Post a Comment