Feb 24, 2009
Cinema Paradiso (1988)
“Living here day by day, you think it's the center of the world. You believe nothing will ever change. Then you leave: a year, two years. When you come back, everything's changed. The thread's broken. What you came to find isn't there. What was yours is gone.” - Alfredo.
Cinema Paradiso bercerita tentang kehidupan masa lalu Salvatore Di Vita, seorang sutradara terkenal asal Italia. Salvatore, atau Toto, adalah seorang anak lelaki berusia 6 tahun yang ditinggal ayahnya bertempur pada Perang Dunia II. Melalui satu-satunya gedung bioskop lokal di kotanya, dan seorang ahli proyektor bernama Alfredo, Toto menemukan dunia baru yang kemudian ditekuninya sebagai profesi yaitu : film.
Ketertarikan Toto kecil akan dunia film tercipta melalui interaksi hubungan yang erat antara dirinya dengan Alfredo. Bagaimana Alfredo memberikan ‘ilmu’nya kepada Toto, bagaimana Toto menyelamatkan nyawa Alfredo, semua digambarkan dengan sederhana, namun indah. Dan pada akhirnya ketika Toto menginjak usia remaja dan mulai mengenal wanita, itu pun serasa tak ingin dilewatkan begitu saja.
Saya terkesan dengan kuatnya karakter Alfredo sebagai ‘figur ayah’ bagi Toto. Alfredo yang sebagian besar hidupnya dihabiskan di ruang proyektor, ternyata mampu memberikan hal-hal yang luar biasa bijaknya mengenai hidup kepada Toto. Walaupun kebijaksanaan yang diberikan oleh Alfredo baru terasa di sepertiga akhir film, sementara saya sempat mengerutkan dahi pada menit-menit di pertengahan film akibat suatu pernyataan yang diucapkan Alfredo kepada Toto remaja. That once he leaves, he must pursue his destiny wholeheartedly and never look back and never return — never returning to visit, never to give in to nostalgia, never to even write or think about them.
Menyaksikan Cinema Paradiso seperti layaknya menikmati coklat pasta. Panjang dan lama (berdurasi kurang lebih 175 menit), namun nikmat luar biasa. Giuseppe Ternatore mampu mencuri perhatian dengan menyajikan alur cerita yang halus dan sederhana, namun mengena di hati. Film ini mewakili hampir segala bentuk emosi dasar yang dimiliki manusia – senang, sedih, marah, takut, dan kecewa. Sulit bagi saya untuk tidak mengapresiasi film ini dalam bentuk opini. Saya berikan tepuk tangan luar biasa bagi mereka yang telah berhasil mempersembahkan Cinema Paradiso untuk dunia.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment