“Chile, happiness is coming!”
Kebahagiaan untuk hidup sebagai warga negara. Saat itu
nampaknya menjadi hal yang mustahil ketika seakan rakyat tidak diberikan
pilihan. Chile, Juli 1988. Hidup dalam bayang-bayang kediktatoran selama 15
tahun, akhirnya rakyat menentukan kelanjutan pemerintahan Pinochet : ‘ya’ atau ‘tidak’.
Maka dalam 27 hari, 15 menit dalam setiap harinya, kampanye melalui iklan hadir
di layar kaca.
Marshall McLuhan mengakui bahwa iklan merupakan bentuk
seni terbaik di abad 20an. René Saavedra (Gael García Bernal), seorang konseptor iklan terkemuka menjadi sosok
kunci. Jose Tomas Urrutia (Luis
Gnecco) sebagai
tokoh oposisi menawarkan René untuk menciptakan konsep kampanye bagi kubu ‘No’.
Kampanye, pada dasarnya menjual mimpi. Pilihannya, hendak menampilkan iming-iming
untuk menghindari ‘pengulangan’ mimpi buruk di masa lalu, atau menggambarkan
mimpi indah di masa depan. Sebagai kubu oposisi, sebenarnya sangat mudah untuk
menjatuhkan image pemerintahan
melalui footage gambar-gambar yang
mengerikan dan fakta yang membuat penonton merasa jengah dengan kondisi yang
ada. Namun, René dengan cerdas memilih untuk menjual mimpi indah, bernama
kebahagiaan.
No tidak hanya berbicara mengenai
kebebasan untuk memilih. Tapi bagaimana kebebasan tersebut diketahui dan
dilakukan sebagaimana mestinya. Pablo
Larraín menampilkan kekuatan iklan
sebagai media penggiring persepsi melalui sentuhan emosi. Bahwa persepsi akhirnya
diinterpretasi dan disimpan sebagai memori, yang melekat adalah yang diiringi muatan
emosi positif kuat. Happiness, joy,
delight. Namanya juga media massa. Tidak hanya satu atau dua orang yang
digugah. Hasilnya? 54,66% suara.
nice, the way it captured the grand design of this movie in simplicity. love your writing!
ReplyDeleteChi, chi, chi, le, le, le. Chile!
jadi dondong opo salak? duku chile-chile
ReplyDelete