“I'm afraid that after, he's traumatized and turned on an autistic.I'm afraid that he goes blind”
“But if he can go blind, he can go deaf”“Well, i'm afraid that he goes blind and deaf”“Well, i'm afraid he goes blind, deaf, and mute”“Well, i'm afraid he goes blind, deaf, mute, and dwarf”“Well, i'm afraid he goes blind, deaf, mute, dwarf, and... gay”“Well, i'm afraid he goes blind, deaf, mute, dwarf, gay, and black”“Well, i'm afraid he goes blind, deaf, mute, dwarf, gay, black, and vote for the 'national front'.”
Roméo (Jérémie Elkaïm) dan, entah apakah bisa disebut suatu kebetulan, Juliette (Valérie Donzelli), bertemu, berkencan, dan pada akhirnya menjalani peran sebagai orangtua. Semua orang tahu, bukanlah hal yang mudah untuk mengasuh anak. Menyenangkan, sekaligus melelahkan. Tangisan yang tak henti, mengira-ngira apa sebabnya, linglung, kikuk, mereka berada pada situasi yang abstrak. Dan ketika si kecil tak berkembang sebagaimana anak seusianya, harus apa?
Kesana kemari, mereka mencari solusi. Muka si kecil yang tak simetris menjadi penanda. Ada sesuatu dalam dirinya. Sesuatu yang tak normal, kata mereka. Lalu bagi mereka dunia pun serasa gegap gempita. Mencari tenaga medis terkemuka dan berusaha yang terbaik demi buah hati mereka. Menghubungi kerabat yang berada di luar kota, berlari kencang mengejar kereta begitu mendapat kabar berita, hingga akhirnya dokter menegakkan diagnosa.
Brain tumor.
Malignant brain tumor.
Dan perang pun akhirnya terdeklarasi. Manusia berencana, Tuhan berkuasa.
Valérie Donzelli mampu meramu isu pengorbanan orangtua demi anak tanpa drama yang berlebih. Tanpa harus menebak lebih jauh, melalui tutur kata visualnya, ini adalah pengalaman pribadinya yang diangkat menjadi cerita. Dengan Jérémie Elkaïm yang juga mendampingi dalam pembuatan naskah dan penyutradaraan, Donzelli menyuguhkan dinamika konflik yang mampu mengusik hati penonton. “Apa yang akan kau lakukan jika ia adalah anakmu?”
Tidak sampai ada titik air mata, adalah senyum satir yang hadir sebagai penggantinya. Because life, is such a tragic comedy. Bahwa hidup terkadang pahit, sudah jalannya. Namun mau sampai kapan diratapi dan tak bergerak dari titik terbawah? It’s always yours to decide.
No comments:
Post a Comment