"The picture make the person looks so small, alone, and sad. The stars are so bright, but the person no longer enjoys it, why?"
"She's not sad. Alone, yes, but not lonely. She needs hope. Stars are hope. So she stands there, free her mind by staring at the stars. She's smiling, because she realizes that there's always hope out there. Up there."
Ia datang, layaknya hujan yang kemudian turun basahi
bumi setelah matahari dengan teriknya menyinari. Kata orang bijak entah di
mana, semua ada waktunya. Ketika siang hari, panas, sakit, kering, hingga
telapak kakimu mengaduh ketika menginjak tanah, dan rasanya semua adalah omong
kosong belaka. Tak ada nyata, hanya fatamorgana.
Lalu lambat laun datanglah senja, yang mengubah kuning terang
perlahan menjadi jingga. Ketika sahutan ingatan untuk bersujud diserukan
melalui gelombang udara. Dan manusia dalam temponya bergegas pulang. Menuju yang
disebut ‘rumah’. Tempat dimana mereka tak perlu jadi siapa-siapa, dimana riasan dan atribut kebesaran tak lagi diperlukan. Pulang. Lalu menuju Tuhan.
Malam. Berada pada suatu ruang dan waktu bernama ‘rumah’.
Ketika hingar bingar mulai hilang. Yang ada hanya lapisan terdalam dari diri
untuk kemudian dipertemukan dengan sesama penghuni. Seperti ditemani hujan di
kala langit lelah akan teriknya matahari, serasa diberkahi. Lalu percakapan pun terjadi. Kabar berita, keluh kesah, pengalaman, cerita bodoh, perasaan
kesal-sedih-marah-senang-bukan-kepalang setelah menghadapi dunia pun tumpah
ruah pada suatu pertemuan. Iya, pertemuan. Karena ternyata teknologi belum
mampu mengalahkan kualitas tatap muka dan suara. Barisan kata dan ekspresi-muka-bulat-kuning-sederhana
tak cukup kuat menjadi penggantinya. Bertukar pikiran, perasaan, bahkan gagasan
yang seringkali melampaui akal sehat, lalu diakhiri dengan senyuman.
Dan ketika ia pulang, hujan pun mereda. Bintang pun
perlahan menampakkan wujudnya, menemani bulan yang tak tentu bentuknya. Lalu aku
berlutut sejenak di tepi jendela. Mendongakkan kepala, menatap langit yang tak
lagi terik ataupun sama sekali hitam. Terang walaupun tak benderang,
titik-titik cahaya pun datang. Mengingatkan bahwa segelap apapun langitmu,
selalu ada harapan. Tak peduli dengan jaraknya yang mencapai ratusan tahun
cahaya, barisan roket pun tersedia untuk membawamu mengudara.
No comments:
Post a Comment