Nov 15, 2009

Slepè Làsky [2008] : cinta (tak) buta


Buta mata, tak berarti buta raga, apalagi rasa. Ketika salah satu indera tak lagi berfungsi sebagaimana mestinya, mereka tetap hidup. Bahkan lebih hidup.



Mobil tetangga belum terdengar derunya.
Di pagi hari, ketika jamnya berbunyi, ia tak bergegas. Bangkit, perlahan ia dentingkan nada. Rapi. Sama sekali rapi. Mengiringi suara malaikat-malaikat kecil yang bernyanyi dari hati. Mereka tak mati.



Aku ingin kau tahu, aku mencintaimu.
Jemari tangannya menekan barisan huruf. Tak melihat layar, ia hanya mendengar bunyinya. Satu, berarti huruf A. Dua, untuk huruf B. Pesannya terkirim. Tak lama, sebuah balasan datang, Aku berbadan dua. Orangtuaku berkata, kamu atau mereka?



Jika nanti anak kita buta, paling tidak ia tahu caranya menyeberang. Lebih awal daripada kita.
Dan ternyata, Tuhan Maha Baik. Sang anak mampu bertutur panjang tentang indahnya dunia pada sang bunda. Dengan mata setengah terpejam, bibir kecilnya tak henti mengucap kata, Dunia itu indah, Mama…



Aku ingin mereka melihat diriku. Walau aku tak mampu melihat mereka.
Ia duduk di depan layar. Suatu benda yang mengenalkan padanya cinta. Walaupun maya. Ia tersenyum manis. Membayangkan sosok sang lelaki pujaan yang bersemayam dalam hatinya. Ia merah muda.



Empat pasang manusia penuh rasa, mereka bahagia. Dan dunia terasa lebih indah. Berwarna.

No comments:

Post a Comment